Koransulteng--Isu penculikan anak kian meluas dan meresahkan di Sulsel. Isu ini berhembus kencang di hampir seluruh wilayah kabupaten/kota baik melalui short messege service (SMS) maupun selebaran.
Tiga warga Makassar kembali menjadi korban akibat isu tersebut. Ketiganya dikeroyok warga di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Kamis (3/2/2011). Mereka dikeroyok massa saat dikejar oleh polisi dari daerah Takalar akibat menabrak pengendara motor.
Warga yang mengira ketiga korban yang mengendarai Toyota Innova itu dikejar karena menculik, langsung menghadang mereka saat sampai di Barombong. Ketiga korban mengalami luka parah dan dirawat di RS Bhayangkara, Makassar.
Sebelumnya, seorang warga bernama Agusriyanto alias Agus (22) tewas dihakimi massa di Pakkatto, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Rabu (2/2). Agus yang berprofesi sebagai penjual buku di Kabupaten Bulukumba itu dikeroyok hingga tewas setelah diteriaki sebagai penculik.
Teman Agus bernama Mulyadi (25) juga mengalami luka parah. Sedangkan mobil Toyota Avanza yang dikenarainya juga dirusak.
Ketiga pria korban pengeroyokan di barombong adalah warga Makassar. Mereka adalah Anjas Asmara (26) warga Jl Talasalapang IV A1/34, Ardiono (26) warga Jl Meranti I/37 Makassar, dan Bambang (31) warga Jl Harimau 129 Makassar. Mereka adalah karyawan pembiayaan kendaraan bermotor, Astra Credit Companies (ACC) Makassar.
"Mereka ini melintas di Barombong dari arah Takalar lalu menyambar seorang pengendara. Setelah menyambar, mereka kemudian kabur. Polisi kemudian mengeluarkan tembakan peringatan, namun tidak dihiraukan. Mereka kemudian meneriaki mereka santet. Warga lalu emosi, menghadang, dan menghujani mereka dengan batu," kata Kapolrestabes Makassar, Kombes M Nur Samsul.
Tadi malam, M Nur mendatangi Unit Gawat Darurat (UGD) RS Bhayangkara untuk melihat kondisi ketiga korban. Kepala korban bocor dan sempat tidak sadarkan diri. Sejumlah anggota kelurga korban yang mendatangi rumah sakit tak kuasa menahan tangis. Mereka juga tampak saling menyalahkan anggota keluarga masing-masing yang menjadi korban.
Salah seorang anggota keluarga Anjas, Bansohare (60) mengatakan, korban ke Takalar untuk urusan pribadi dan mengendarai Toyota Kijang Innova. Pelat kendaraan tersebut juga diganti dari pelat merah ke hitam.
"Melalui media massa, kami meminta kepada warga untuk tidak terprovokasi oleh isu yang menyesatkan. Beginilah jadinya kalau warga mudah terprovokasi," ujar M Nur.
Namun, keluarga korban mengaku anaknya dikeroyok karena diteriaki sebagai penculik anak. Padahal, anaknya pergi ke Takalar untuk jalan-jalan saja. Hal yang sama diakui seorang saksi mata yang ditemui di Barombong mengatakan, kejadian tersebut berawal ketika mobil tersebut menabrak motor Suzuki berpelat DD 5963 OT milik Khairuddin, warga Dusun Kalongkong, Desa Bontosunggu, Galesong Utara.
Para warga yang menyaksikan kecelakaan tersebut lalu mengejar mobil sambil berteriak "pencuri anak" melintasi Polsek Galesong Utara. Pihak Polsek yang mendengar lalu ikut membantu pengejaran.
Mobil akhirnya berhenti di Jl Barombong karena jalan macet akibat ada mobil truk yang terperosok ke sawah. Massa yang mengejar mobil tersebut lalu menghampiri mobil dan menyerangnya. Sopir kendaraan Bambang Priambada (31) ditarik keluar dari kendaraan dan belum sempat bicara lalu dikeroyok warga.
Petugas dari Polsek Galesong Utara yang mengejar pelaku tabrak lari lalu berupaya mengamankan penumpang lainnya. Tetapi karena jumlah massa yang lebih banyak sehingga sebagian massa tetap melakukan aksinya dengan membalik mobil yang masih berpenumpang. Sebagian warga juga melempari mobil dengan batu.
Pihak Polsek Tamalate yang datang memberi bantuan lalu melepaskan tembakan peringatan ketika tiba di lokasi lalu melarikan para korban ke rumah sakit. Menurut Kapolsek Galesong Utara, AKP Usman, pihaknya menyesalkan kejadian tersebut.
"Para warga yang mengejar pelaku tabrak lari menebar isu pencuri anak sehingga warga yang mendengar ikut melakukan pemukulan terhadap palaku tabrak lari," katanya.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Gowa AKBP Totok S Lisdiarto menegaskan, korban tewas akibat pengeroyokan massa di Dusun Pakkatto Lompo, Desa Pakkatto, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Rabu (2/2), murni korban fitnah. "Kami pastikan korban pengeroyokan oleh massa di Pakkatto itu tidak ada hubungannya dengan penculik anak-anak. Itu korban isu penculikan dan mereka bukan komplotan penculik seperti dalam SMS dan selebaran yang meresahkan masyarakat," tegas Totok dalam jumpa pers di aula Markas Polres Gowa, Jl Syamsuddin Tunru, Sungguminasa, Kamis (3/2/2011).
Totok didampingi pelaksana tugas Kepala Bidang Humas Poda Sulsel AKBP Muh Siswa, Kasat Resrim Polres Gowa AKP Ardi Rahanto, dan sejumlah perwira Polres Gowa. Totok meminta masyarakat tetap tenang menghadapi isu penculikan anak. Apalagi sampai saat ini belum ada laporan polisi tentang penculikan anak di Butta Bersejarah ini.
"Sampai saat ini belum ada laporan polisi tentang penculikan anak di Gowa. Belum ada kasus seperti itu," jelas mantan Kapolresta Makassar Timur ini. (*)
ANALISIS PAKAR: ITU OPERASI INTELIJEN
Isu penculikan anak untuk diambil organ tubuhnya sungguh telah merisaukan masyarakat luas. Hal ini karena persebarannya massif, sistematik hingga telah menelan korban.
Jika benar sudah dipastikan bahwa itu benar hanyalah isu, maka isu tersebut patut dianalisis dari aspek: konteks, latarbelakang, dan efek sosial yang ditimbulkannya.
Setidaknya, ada empat motif dan alasan yang bisa dijadikan dasar analisa mengapa masyarakat begitu mudahnya termakan oleh isu tersebut. Pertama, kejadiannya by design sebagai pengalihan isu menuju isu baru yang relatif tidak mengancam posisi dan kepentingan pihak tertentu, dan kemudian boleh jadi dilakukan oleh pihak yang memiliki jaringan intelijen dan spionase yg terkendali.
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak ikut terprovokasi oleh wacana publik yang akhir-akhir ini begitu dahsyat memborbardir rezim kekuasaan melalui tudingan pembohongan publik, merebaknya cemohan masyarakat atas curhat tentang gaji yang begitu memalukan sekaligus memilukan tentang gaji presiden yang tak naik-naik.
Hal itu juga boleh jadi adanya kekhawatiran terjadinya efek snowball gerakan massa rakyat yang sebagaimana terjadi di Tunisia, Yaman, Jordania dan kini sedang menimpa Mesir. Karena itu, agar tidak terjadi akumulasi opini publik tentang hal-hal tersebut yang kemudian bisa membahayakan rezim kekuasaan, karena rakyat muak dan marah, maka perlu ada manuver counter isu untuk mengalihkannya.
Hebatnya, manuver counter isu itu langsung menghantam kepentingan bagian masyarakat terpenting yaitu keluarga, ibu-ibu dan anak-anak mereka. Mengapa mereka menjadi sasaran target? Karena merekalah yang paling cepat beraksi. Praktik counter issue menuju isu lainnya yang relatif tidak membahayakan kepentingan kekuasaaan secara langsung tersebut juga kerap terjadi di zaman Orde Lama dan Orde Baru. Tujuannya demi menjaga stabilitas kekuasaan.
Kedua, merebaknya isu seperti yang saat ini berkembang adalah sebagai akibat dari bentuk dan bukti lemahnya sistem pembinaan kantibmas yang terkordinasi dan terkonsolidasi. Sistem kantibmas kita tidak tanggap melakukan antisipasi dini melalui pembinaan masyarakat di lini terbawah yaitu polsek dan koramil yang langsung terkordinasi di tingkat kelurahan, RW dan RT.
Padahal secara struktur dan fungsi hal itu sangat mungkin diantisipasi secara dini. Bahwa apakah telah terjadi disable (ketidakmampuan karena kapasitas daya dukung tak memadai) ataukah karena semata kelalaian, hingga pengabaian dalam rangka memuluskan by desain operasi inteligen demi keamanan negara/kekuasaan. Dalam gerakan politik intelijen, hal itu bisa saja terjadi.
Ketiga, lemahnya dan tidak berfungsinya secara efektif sistem komunkasi formal pada setiap lembaga komunikasi massa dan kemudian masyarakat lebih percaya sumber informasi informal melalui SMS, facebook, dan twitter. Hal ini terjadi karena masyarakat butuh alternatif informasi ditengah kejenuhan bombardir informasi yang seragam dan berulang dan menjenuhkan.
Keempat karena masyarakat belum terdidik secara kritis dan rasional dalm mencerna isu yang menerpanya. Masyarakat kita masih menjadi konsumen pengguna informasi yang massif tapi passif karena tidak turut serta menjadi pelaku informasi yang aktif dalam bentuk produksi informasi sesuai dengan kebutuhannya, sehinga bisa lebih traksaksional dan transformasional dalam arus informasi.
Masyarakat belum melek dan ter-literacy secara informatif. Mungkin itu pulalah yang membuat masyarakat kita gampang terlena terhadap model komunikasi pencitraan tanpa mau melihat secara subtansial dan kritis terhadap terpaan informasi yang dihadapinya.
Maka wajar saja jika masyarakat hanya memilih tokoh yang tampan dan pandai bicara tapi tidak atau belum mampu memilih dan memilah yang mana bisa bekerja dengan baik sesuai tuntutan kebutuhan dan kepentingannya sebagai rakyat. Demikianlah kemungkinannya tentang gambaran masyarakat kita. Wassalam. (*)
Aswar Hasan
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unha
Sumber:http://www.tribunnews.com
HomeIsu Penculikan Anak Makan Korban di Makassar
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !