Pakar: Proyek Senoro Suteng Tak Melanggar UU

Minggu, 28 November 2010

Koransulteng-Pakar hukum ekonomi yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk, menilai proyek pembangunan kilang gas alam cair Senoro di Sulawesi Tengah, tidak melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Tidak ada pelanggaran undang-undang dalam proyek Senoro," katanya di Jakarta, Senin (29/11).

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini tengah memeriksa dugaan pelanggaran Pasal 22 dan 23 UU No.5 Tahun 1999 dalam proyek pembangunan kilang Senoro.

Erman mengatakan, konsorsium PT Pertamina-PT Medco Energi Internasional Tbk tidak melanggar Pasal 22 UU No.5/1999.

Menurut dia, Pertamina-Medco tidak melakukan persengkongkolan tender sesuai ketentuan Pasal 22 UU No.5/1999. Pasal 22 UU No.5/1999 menyebutkan pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau memenangkan tender, sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Ia melanjutkan, pengertian tender dalam penjelasan Pasal UU 22 No.5/1999 adalah tawaran mengajukan harga barang atau jasa. "Ini bukan tender, tapi pemilihan mitra. Jadi, tidak bisa Pasal 22 diterapkan dalam kasus ini," ujarnya.

Menurut dia, pemilihan mitra juga merupakan keputusan korporasi, sehingga Pertamina-Medco berhak menentukannya sendiri. Pertamina-Medco mencari mitra yang sanggup baik dari sisi pengalaman dan permodalan guna memonetisasi lapangan gas yang sudah tersimpan puluhan tahun melalui skema hilir.

Erman juga mengatakan, Pertamina-Medco tidak melanggar Pasal 23 UU No.5/1999 terkait "exclusivity agreement" (EA). Menurut dia, EA antara Pertamina-Medco dan PT LNG Energi Utama telah berakhir secara otomatis pada 31 Desember 2005.

Sementara pelaksanaan "beauty contest" untuk memilih mitra pembangunan kilang Senoro dimulai pada 1 September 2006. Lingkup EA antara Pertamina-Medco dan LNG EU hanya dalam pembelian gas dan bukan kerja sama pembangunan kilang LNG.

"EA tersebut juga tidak ada perjanjangan yang disetujui kedua belah pihak sebagai penandatangan perjanjian. Kalau hanya satu pihak, maka tidak sah," katanya.

Apalagi, lanjutnya, pihak Medco yang menandatangani EA berbeda dengan Medco yang memperpanjang EA. Pengakhiran EA, juga dikuatkan dengan keikutsertaan LNG EU dalam "beauty contest" sesuai proposal tertanggal 22 September 2006. Namun, akhirnya, LNG EU tidak memenuhi kriteria yang ditentukan Pertamina-Medco.

Terakhir, Erman mengatakan, monetisasi gas Senoro dan Matindok dengan skama hilir dilakukan sebelum Mitsubishi Corporation menyatakan ketertarikannya melalui surat tertanggal 12 Januari 2006.

Monetisasi dengan skema hilir itu menindaklanjuti saran Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) pada 23 Desember 2005 yang meminta Pertamina dan Medco membahas pengembangan Senoro dan Matindok dengan skema hilir karena keterbatasan cadangan gas.

Sebelumnya, pengamat energi, Pri Agung Rahkmanto juga berpendapat, tidak terdapat unsur persaingan usaha dalam kasus Senoro itu. Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu, perkara Senoro sudah tidak tepat dipermasalahkan KPPU dengan argumen persaingan usaha.

"Apa yang dilakukan Pertamina-Medco adalah urusan dan kewenangan korporat saat memilih mitra dengan berdasar pertimbangan bisnis," katanya.

Pada 3 Juni 2010, KPPU kembali membuka kasus dugaan persaingan tidak sehat proyek Senoro atau setahun setelah ditutup Juni 2009. Namun, hingga kini, belum juga ada keputusan perkara tersebut.

Sumber: Antara
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Copyright © 2011. KORAN SULTENG - All Rights Reserved