Makam Penyebar Islam di Palu Terabaikan

Senin, 21 Februari 2011

PALU--MICOM: Kendati sebagai salah satu Cagar Budaya, kondisi makam Abdullah Raqie atau yang lebih dikenal Dato Karama, tokoh yang pertama kali membawa ajaran Islam di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada awal abad ke-19 kini telantar.

Nampak rumput liar menyambut pengunjung yang datang untuk berziarah pada makam yang terletak di Jalan Rono, Palu Barat tersebut. Sebagian besar plafon di dalam ruang bangunan makam nampak rapuh terkikis zaman.

Tidak ada tanda-tanda perbaikan yang terlihat pada bangunan makam Dato Karama yang didalamnya terdapat 20 makam pengikutnya, yang salah satunya diperkirakan adalah makam istrinya.

Abdul Azis, 60, yang telah mengabdikan diri sebagai penjaga makam sejak 1984 mengatakan, kondisi tersebut tidak lain disebabkan minimnya anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk perbaikan makam.

"Sebenarnya kami sangat ingin melakukan perbaikan makam, namun terbentur masalah anggaran,? kata Abdul Azis kepada mediaindonesia.com, Minggu (20/2).

Kondisi ini diperparah tidak adanya fasilitas listrik yang diberikan pemerintah terhadap bangunan makam , selama ini Abdul Azis hanya mengambil aliran listrik dari salah satu rumah warga yang letaknya bersebelahan dengan makam.

Bahkan pada makam yang merupakan bukti terbasar peninggalan islam di Indonesia itu, tidak terdapat musholah atau masjid, sehingga pengunjung yang datang tidak dapat melakukan shalat di sekitar lokasi makam tokoh islam yang namanya telah diabadikan menjadi nama salah satu perguruan tinggi di Sulteng.

"Kami telah beberapakali mengajukan permintaan pembuatan tepat ibadah di sekitar lokasi makam, namun hingga kini belum ada respon positif dari pemerintah khususnya Dinas Pariwisata," kata Abdul Azis yang setiap bulannya hanya menerima honor Rp 250 ribu dari pemerintah.

Kendati demikian, sebelumnya pemerintah melalui dinas pariwisata telah berencana menjadikan makam yang dianggap kramat dan menyimpan sejuta bukti sejarah islam tersebut sebagai salah satu pusat wisata religius yang dapat dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Kalangan pemerhati budaya Kota Palu khawatir, jika kondisi makam tersebut tidak segera diperbaiki akan menimbulkan kerusakan fisik berat pada bangunan makam yang berujung pada hilangnya arsib yang tersimpan pada makam.

"Pemerintah harus segera turun tangan, jika kondisi ini dibiarkan kami khawatir makam tersebut akan rusak, sehingga bukti sejarah yang terkandung di dalamnya akan hilang, seperti tulisan dan sebagainya," kata Sahril, pemerhati budaya Universitas Tadulako (Untad) Kota Palu.

Kondisi ini juga mendapat perhatian seirus dari kalangan mahasiswa Islam Kota Palu, mereka khawatir makam yang selama ini menjadi kunjungan studi pelajar itu, kelak tidak dapat digunakan lagi.

"Nilai sejarah yang ada pada makam beliau (Dato Karama) sejauh ini menjadi salah satu pusat kajian pendidikan, khususnya bagi kalangan pelajar Islam," kata Hamsing Jufri salah seorang mahasiswa Universitas Alkhairaat (Unisa) Kota Palu.

Masyarakat asli Kota Palu (suku Kaili) memberi gelar Dato Karama kepada Abdullah Raqie, karena kesaktian serta jasanya dalam menyebarkan agama islam di lembah Palu.(OL-12)

Sumber:MediaIndonesia
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Copyright © 2011. KORAN SULTENG - All Rights Reserved